Sejak kecil Tifa dan Sasa adalah sahabat dekat yang selalu bermain bersama. Mereka bertemu pada satu sekolah yang sama, saat itu usia mereka masih berumur 5 tahun. Tifa menyapa Sasa dan mengajaknya bermain bersama. Sejak hari itu pun mereka tidak pernah terpisah. Mereka sering bermain bersama.
Ayah Sasa adalah seorang pekerja yang mengharuskan dirinya untuk pergi dan menetap di luar Negara atau kota tertentu, saat ini keluarga Sasa tinggal di Makassar, namun ia tidak pernah tahu kapan mereka akan pindah karena kadang pekerjaan itu datang tiba-tiba, bisa seminggu sebelum keberangkatan. Saat ini Sasa tinggal sudah bertahun-tahun di Makassar, sebelumnya sasa tinggal di Jakarta.. Tifa adalah anak satu-satunya, orang tuanya sangat sibuk, jadi terkadang Tifa sering menginap di rumah Sasa. Tifa senang sekali saat iya bertemu Sasa kembali, karena Tifa kerap merasa kesepian karena sering sendiri di rumah, namun kehadiran Sasa di hidupnya sangat merubah Tifa menjadi anak yang lebih bahagia.
Pada suatu hari saat Tifa dan Sasa sedang berada dalam kelas, mereka sedang membicarakan pelajaran sampai akhirnya Sasa mengganti topik. “Tif, kata ayahku, dia akan pindah kerja ke luar negeri.” Kata Natasya. “Yang bener? Kapan?” Tanya TIfa dengan ekspresi kaget dan kebingungan. “Aku tidak tahu kapan pastinya, namun tidak lama dari sebulan ini. Entahlah.”. Jawab Natasya dengan sedikit ragu. Tiba suatu hari yang mereka sangat hindari, yaitu dimana Sasa harus berpisah dengan Tifa. Sasa pergi tanpa sepengetahuan Tifa, tanpa perpisahan. Tifa mencari keberadaan Sasa di hari Senin itu.
Mereka tidak mempunyai telepon genggam karena mereka masih TK, jadi mereka tidak mempunyai jalur komunikasi untuk memberi kabar. Hari Senin itu Tifa mencari Sasa namun dia tak ada di sekolah. Lalu, Tifa menanyakan kabar Sasa lewat wali kelas Sasa, ternyata Tifa dikabarkan bahwa Sasa telah pergi mengikuti ayahnya yang harus kerja di luar negeri, Tifa tidak tahu pasti Sasa pergi kemana wali kelas Sasa juga tidak tahu keberadaannya. Bertahun-tahun telah terlewati, Tifa pun sudah lupa tentang Sasa, ia sudah kehilangan kontak dan kabar dari Sasa. Tifa akhirnya lulus SMA, ia sangat bahagia untuk meneruskan kuliahnya di Amerika. Tifa bercerita kepada orang tuanya tentang keberangkatannya ke Amerika dalam kurun waktu yang cukup singkat. “Aku sangat gugup, bu. Aku tidak tahu nanti di sana aku akan bagaimana. Tadi malam aku bermimpi tentang Sasa, mimpinya kurang jelas namun seperti saat dulu kita pertama bertemu.” kata Tifa dengan bingung. “Mungkin itu suatu pertanda, ya ibu tidak tahu sih. Kamu jangan khawatir, ini kan yang kamu inginkan dari dulu.” Jelas ibu. “Ya sudahlah, aku tidak akan memikirkan lagi. Hanya sebuah mimpi kan.” kata Tifa Tifa akan berangkat meraih cita-citanya esok hari. Ia sangat gugup namun juga senang karena bisa meneruskan kuliahnya di universitas favoritnya. Pikiran Tifa pun campur aduk. Keesokannya Tifa di antar oleh beberapa sahabatnya dari SMA dan tentunya orang tuanya ke bandara. Tifa akan menetap di sana untuk beberapa tahun. Mereka semua bersedih karena akan berpisah dengan Tifa untuk waktu yang lama, apalagi Tifa adalah seorang yang sangat mudah dikangenin. Sesampainya di Amerika, Tifa naik taksi untuk pergi ke universitas tersebut. Sesampainya di sana, banyak sekali murid-murid lainnya, mereka sedang sibuk mengurus kedatangan mereka dan lain hal. Mereka juga mendapatkan kamar mereka masing-masing di asrama.
Setelah Tifa selesai menguruskan urusan penting setelah kedatangan, Tifa mengambil kunci kamar asramanya untuk menaruh barang bawaannya. Dalam satu kamar terdapat dua orang, Tifa tidak tahu siapa yang akan menjadi teman sekamarnya. Di sana banyak sekali orang-orang dari berbagai macam negara, termasuk dari Indonesia, Tifa bukanlah satu-satunya orang Indonesia di sana. Tifa pun menemukan kamarnya, ia langsung membuka kamarnya dan merapikan barang-barangnya, memasukkan baju ke lemari. Setelah beberapa menit membersihkan barangnya, teman sekamarnya pun datang.
“Hi, we`re going to be a roommate for 4 years, hope it`ll be fun! My name is Sasa.” Ujar teman sekamar itu. “Hah! Sasa! Aku Tifa ingat kah aku?, dulu kita sering bermain bersama saat masih kecil!” Teriak Tifa yang kaget bahwa ia ternyata sekamar dengan Sasa. “Yang benar saja! Tentu aku ingat dengan kamu. Apa kabar Tif? Aku tidak menyangka kita dipertemukan di satu universitas yang sama!” Tanya Sasa yang masih tidak habis pikir. “Aku baik-bik saja. Kita tidak pernah ada kabar lagi ya Sa, aku sangat kangen kamu. Mengapa waktu itu kamu tidak mengabarkan aku saat kamu ingin pergi? Aku nyariin kamu seharian!” Tanya Tifa yang ingin tahu tentang alasan Sasa. “Tif, aku ini tidak tahu kalau aku akan pergi pada hari itu dulu. Benar-benar mendadak, ayahku baru ngasih tahu hari itu! Tif.
aku masih tidak percaya. Maafin aku ya Tif dulu udah ninggalin kamu. Sekarang aku janji bakal ada bareng kamu. Sekarang terus selama kuliah ini!” Kata Sasa “Tentu Sa, aku maafin. Yang penting sekarang kita di pertemukan lagi ya. Oh ya, kita kan habis ini bakal ada acara hari pertama, ayo kita siap-siap ya Sa”. Kata Tifa “Ok Tif!” Kata Sasa dengan singkat, Mereka pun akhirnya dipertemukan lagi, dalam situasi yang tidak di duga sama sekali oleh mereka. Mereka pun akan melanjutkan meraih mimpi mereka bersama-sama. Karena sahabat sejati takkan terpisahkan.